Jumat, 13 Maret 2009

Teknik Perbanyakan Klonal Tanaman Hortikultura

Teknik Perbanyakan Klonal Tanaman Hortikultura


1. Kultur Meristem Untuk Perbanyakan Klonal Anggrek.

Selain pengecambahan biji anggrek, kultur jaringan juga digunakan untuk perbanyakan vegetatif (perbanyakan klonal) anggrek. Dalam perbanyakan vegetatif ini umumnya dihasilkan propagul yang identik dengan induk tanaman, sedangkan perbanyakan dengan biji (perkecambahan) dapat menghasilkan propagul dengan sifat-sifat yang beragam.

Teknik pertama yang digunakan pada perbanyakan vegetatif anggrek adalah kultur meristem. Morel (1960) menggunakan teknik kultur meristem ini untuk memperoleh bibit bebas virus dari tanaman yang terinfeksi oleh virus. Teknik ini kemudian dikembangkan untuk perbanyakan vegetatif anggrek yaitu dengan cara mengkulturkan meristem, menumbuhkannya, membelahnya menjadi beberapa bagian, msing-masing bagian dikulturkan, sub kultur ini dilakukan berulang-ulang. Dengan teknik ini dapat diperoleh ratusan tanaman dari satu meristem. Kultur meristem ini merupakan salah satu teknik komersial pertama untuk perbanyakan vegetatif anggrek.

Bahan eksplan yang digunakan adalah batang anggrek (panjang 10 - 15 cm) dengan daun-daun muda yang baru tumbuh. Batang anggrek ini dicuci dengan air mengalir untuk mencuci tanah, kompos dan kotoran-kotoran lain yang melekat pada batang anggrek. Daun-daun pada batang dikupas dengan hati-hati sampai tunas sampingnya terlihat. Batang ini dicelupkan dalam alkohol 70% lalu disterilkan dalam larutan sodium hypochlorite (10%) selama 10 - 15 menit dan dicuci dengan air steril sebanyak 2 - 3 kali. Tunas-tunas sampingnya dipotong, meristem diisolasi dibawah mikroskop binokuler dan dikulturkan dalam media steril yang telah disiapkan.

Media yang digunakan dalam kultur meristem anggrek ini tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS (Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10 %). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10 %) dan sukrose (10%). Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada konsentrsi 0,5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas. GA3 juga ditambahkan dalam media ini, peranannya diduga untuk meningkatkan pertumbuhan plantlet dan menghambat pembentukan protocorm. Media diatur keasamannya pada kisaran 5 dan 6. Botol-botol kultur diinkubasikan dalam keadaan terang (12 sampai 18 jam) pada intensitas cahaya 150 mM dan suhu rata-rata 22 - 28°C.

Meristem memperlihatkan responnya setelah dikulturkan selama 3 minggu. Meristem membengkak, berwarna hijau lalu beberapa protocorm muncul. Sebelum kuncup terminal terbentuk dan setelah ptotocorm berukuran 2-3 mm, protocorm tersebut dikeluarkan, masing-masing protocorm dibelah menjadi 4 bagian dan ditanam dalam media yang baru. Sub kultur dilakukan kembali setiap 6 minggu dengan mengisolasi dan membelah protocorm yang terbentuk. Bila perbanyakan ini dianggap cukup, protocorm dibiarkan dalam media media pertumbuhkan agar kuncup terminal terbentuk yang kemudian berkembang menjadi plantlet. Plantlet dapat dipindahkan ke kondisi in-vivo setelah 4 bulan dalam botol kultur. Dengan teknik ini, dapat diperoleh 250.000 plantlet dari 1 meristem dalam waktu 1 tahun.



2. Perbanyakan Pisang

Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial. Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut.

Berbagai jenis bibit pisang lokal dan import telah diperbanyak dengan teknik kultur jaringan ini, misalnya pisang barangan, mas, ambon hijau, ambon kuning dan cavendish. Bibit pisang produksi kultur jaringan tersebut dewasa ini telah dijual secara komersial dan dapat diperoleh dengan mudah.

Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture), selain itu telah dicoba juga untuk mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda pisang.

Meristem dan pucuk pisang diisolasi dari batang pisang pada bonggol pisang yang tertutupi oleh pelepah-pelepah daun pisang. Eksplan yang digunakan untuk kultur meristem umumnya adalah mata tunas pisang yang baru muncul pada bonggolnya. Sedangkan untuk kultur pucuk, eksplan yang digunakan diperoleh dari anakan pisang muda yang baru tumbuh dengan daun yang masih menggulung menyerupai pedang (memiliki 2 - 3 daun) dengan panjang 20 - 40 cm. Anakan pisang yang sehat dan tumbuh dengan subur dipisahkan dari induknya. Anakan tersebut dicuci sampai bersih dengan air mengalir dan disabun untuk membuang sisa tanah dan kotoran-kotoran yang melekat pada anakan pisang. Anakan pisang lalu disemprot dengan alkohol (70%), pelepah daun-daun terluar (2 - 3 lapis) dikupas satu persatu sambil disemprot dengan alkohol. Bagian bonggol, pucuk dipotong sampai diperoleh bahan eksplan sepanjang ± 5 cm. Bagian ini dobawa ke laminar air flow lalu disterilkan dengan sodium hypochlorite (2 %) selama 10 - 15 menit atau dibakar di atas lampu spiritus selama 1 menit. Bahan eksplan dikupas secara aseptis, bagian yang mengandung meristem lalu dibelah (2 sampai 4) dan dikulturkan dalam media yang telah dipersiapkan. Kultur disimpan dalam rak-rak kultur dengan penyinaran 150 - 200 nm per detik selama 10 - 14 jam dan suhu 20 - 25 °C.

Media yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini umumnya adalah media MS (Murashige and Skoog, 1962) atau 1/2 MS. Media inisiasi kultur pucuk umumnya adalah media semi padat. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (6 - 8 gram). Karbohidrat ditambahkan ke dalam media sebagai sumber karbon, umumnya adalah sukrose (2 - 3 %). Untuk merangsang pertumbuhan tunas pada eksplan, zat pengatur tumbuh umumnya ditambahkan ke dalam media kultur. Sitokinin (BAP) umumnya digunakan pada kisaran konsentrasi 3 - 6 ppm tergantung varietas, dengan atau tanpa kombinasi dengan auksin. Keasaman media umumnya adalah 5,5 sampai 6.



3. Perbanyakan Kentang

Kentang merupakan salah satu jenis tanaman yang telah lama diperbanyak dengan teknik kultur jaringan secara komersial. Perbanyakan kentang selama ini umumnya dilakukan dengan umbi bibit (tuber). Produksi umbi bibit dapat dilakukan sendiri oleh petani atau oleh produsen umbi bibit kentang. Umbi bibit yang digunakan oleh petani bervariasi kualitas, yaitu umbi bibit generasi F4 sampai F6. Kekurangan produksi umbi bibit ini dilapangan adalah kemungkinan infeksi umbi oleh patogen dan virus yang terbawa oleh organ vegetatif ini. Lahan pertanian kentang di Indonesia umumnya terinfeksi oleh virus. Virus yang terbawa oleh bibit kentang dapat menurunkan produkstivitas tanaman kentang sebesar 10 - 15 % per generasi.

Perbanyakan kentang dengan kultur jaringan dilakukan untuk memproduksi bibit kentang berkualitas, bebas penyakit dalam jumlah yang banyak dalam waktu singkat. Teknik perbanyakan klonal yang digunakan ditujukan untuk memproduksi plantlet kentang atau umbi mikro kentang yang dapat digunakan langsung sebagai bibit dilapangan atau untuk memproduksi umbi bibit yang digunakan untuk penanaman kentang.

Metode yang umum digunakan untuk produksi plantlet dan umbi mikro kentang adalah teknik kultur meristem atau kultur satu mata tunas (single-node culture). Kultur meristem digunakan untuk produksi bibit kentang bebas virus. Eksplan (pucuk muda kentang) disterilkan dengan sodium hypochlorite (10 - 15 %) selama 10 - 15 menit lalu dibilas dengan air steril beberapa kali. Meristem diisolasi dibawah mikroskop binokuler dan dikulturkan dalam media yang telah dipersiapkan. Untuk perbanyakan dengan teknik single-node culture, daun-daun muda pada pucuk kentang dibuang, batang dipotong (satu buku per eksplan), eksplan ditanam dalam media yang telah dipersipkan. Kondisi kultur umumnya adalah terang dengan penyinaran 10 - 14 jam dan intensitas cahaya rendah (100 - 150 mm per detik) dan suhu 15 - 25°C.

Media yang umum digunakan untuk perbanyakan kentang adalah media MS baik dalam konsentrasi penuh atau 1/2 konsentrasi garam-garamnya. Media yang digunakan umumnya adalah media yang dipadatkan dengan bakto agar ( 6 - 8 gr/L). Ke dalam media awal ini umumnya ditambahkan sitokinin (BAP/BA 3 - 5 ppm) untuk merangsang pertumbuhan tunas pada eksplan. Keasaman media biasanya diatur pada kisaran 5 sampai 6.

Eksplan yang dikulturkan memperlihatkan respon pertumbuhan dalam waktu singkat. Meristem membesar seminggu setelah ditanam. Plumula berkembang menjadi daun dan batang memanjang setelah 2 bulan dikulturkan. Setelah 4 bulan, tunas dapat diperbanyak dengan metode single-node culture setelah dilakukan pengujian bahwa tunas yang dihasilkan bebas virus. Tunas baru keluar dari buku-buku batang seminggu setelah dikulturkan. Tunas ini memanjang sampai memiliki 5 - 6 buku dalam waktu 4 minggu. Tunas yang cukup panjang kemudian diisolasi, dipotong-potong kembali menjadi 1 buku dan ditanam dalam media baru untuk perbanyakan. Setelah 7 - 10 kali sub kultur, tunas tersebut dibiarkan selama 2 minggu sampai cukup panjang, lalu dipindahkan ke media pengakaran (NAA 3 ppm). Setelah 1 sampai 2 bulan plantlet ini siap dipindahkan ke lapangan.

Tunas-tunas yang dibiarkan setelah 2 bulan dapat memproduksi umbi-umbi mikro (tuberlet) bila ditanam dalam media yang sesuai. Produksi umbi mikro umumnya dilakukan pada media dengan konsentrasi sukrose tinggi (30 gr/L) dan dalam kondisi gelap atau intensitas cahaya rendah. Untuk memperoleh tuber mikro (tuberlet) dengan ukuran yang diinginkan (³ 0,2 mm), kultur harus tetap ditanam dalam media dengan konsentrasi gula tinggi. Umbi mikro ini dapat dipanen dua bulan setelah diproduksi. Dewasa ini masih dilakukan optimasi terhadap produksi umbi mikro yang dihasilkan. Upaya yang dilakukan umumnya ditujukan untuk meningkatkan produksi umbi mikro dengan ukuran yang diinginkan. Salah satu aspek yang sedang dioptimalkan adalah upaya mempertahankan agar gula tersedia bagi pengisian umbi sebelum terhidrolisa menjadi glukose.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar